BANYUMASMEDIA.COM – Tingginya perolehan suara kotak kosong pada Pilkada Banyumas menjadi sorotan berbagai pihak. Dalam pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon, angka kotak kosong mendekati 40 persen memunculkan perdebatan tentang legitimasi pasangan Sadewo-Lintarti yang terpilih.
Ahmad Sabiq, pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dalam wawancaranya dengan banyumasmedia.com menyebut fenomena ini sebagai sinyal politik penting yang tidak boleh diabaikan. Menurutnya, tingginya suara pada kotak kosong mencerminkan keresahan masyarakat terhadap proses politik yang dianggap kurang representatif.
“Fenomena ini mengindikasikan adanya segmen masyarakat yang skeptis terhadap pencalonan tunggal dan mendambakan pilihan politik yang lebih beragam,” ujar Sabiq.
Selain itu, Sabiq menambahkan bahwa suara kotak kosong, ditambah dengan suara rusak dan tingkat ketidakhadiran pemilih, menunjukkan mayoritas warga tidak memberikan dukungan eksplisit kepada pasangan terpilih. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pasangan Sadewo-Lintarti dalam memperoleh legitimasi yang kuat.
“Pemimpin terpilih harus menjadikan angka kotak kosong ini sebagai refleksi untuk memperkuat inklusivitas dan partisipasi dalam pemerintahan,” tegas Sabiq.
Ia juga menekankan bahwa kotak kosong bukan hanya pilihan pasif, melainkan ekspresi protes terhadap proses politik yang dinilai kurang kompetitif. Untuk membangun kepercayaan publik, pemimpin terpilih perlu menerapkan kebijakan yang merangkul dan merespons aspirasi masyarakat, terutama kelompok yang merasa dikecewakan oleh proses politik sebelumnya.
Pilkada Banyumas tahun ini mengungkapkan tantangan baru dalam membangun demokrasi yang lebih inklusif, dengan suara kotak kosong sebagai peringatan penting bagi para pemimpin untuk lebih mendengarkan rakyat.[asr]