EsaiOpini

Kopi Pagi Bapak

×

Kopi Pagi Bapak

Sebarkan artikel ini

BANYUMASMEDIA.COM – Saya mengawali catatan ini dengan bait yang pernah ditulis oleh wiranagara, sewindu yang lalu:
Lihat, tepat setelah lampu-lampu dipadamkan, kau menyala sebagai satu-satunya yang kurindukan.. di sini, di tempat yang paling kau hindari, aku masih berdiri

Sampai kemudian di akhir puisi ada kata-kata yang saya ingat betul:
Dan bila hatimu butuh didengarkan, temui aku dalam perbincangan, niscaya kopi yang kau pesan, tidak akan pernah sepahit kehilangan.

Puisi ini bercerita tentang kenangan seseorang di kedai kopi, dengan seseorang yang istimewa di hati. Sampai pada suatu ketika mereka berpisah, dan peristiwa di tempat itu masih saja basah. Lalu pikiran saya menerawang, kenapa patah hati selalu identik dengan kopi, senja, dan kenangan?

Ini bukan ulasan puisi. Saya mencoba menghubungkan kebiasaan anak-anak muda saat ini yang suka minum kopi dengan berbagai tujuannya masing-masing. Ada yang benar-benar suka dari dulunya, mencari teman begadang di tengah kesendiriannya, dan juga karena fomo dengan tren baru kopi yang kini penuh rasa.

Kopi bukan lagi identik dengan hitam dan pahit seperti dulu. Kini dia menjelma sebagai padanan dari berbagai varian baru. Bersama caramel, green tea, matcha, latte, bahkan cendol ia hadir sebagai sebuah rasa yang berpadu. Bahkan kadang saya merasa tak begitu menemukan di mana kopinya, karena terlalu banyak variasi di dalamnya.

Harganya juga berubah, tak lagi identik dengan minuman yang murah meriah. Biasanya harga kopi bergantung dari merk dan seberapa mewah tempat nongkrongnya. Kalo beruntung, kita bisa mendapatkan kopi harga seribu, tapi di tempat lain, rupa yang sama dihargai ratusan ribu.

Yang masih sama adalah identitasnya sebagai teman bicara, di mana di eropa sana, yang pernah saya baca, seseorang yang merasa dekat akan menawari temannya untuk minum kopi bersama. Sebegitu kuat kopi menemani canda tawa dan menjadi saksi bahagia. Menjadi perantara bagi terciptanya kenangan baru, dan penanda peristiwa yang pernah berpadu.

BACA JUGA  Memasak: Skill Tambahan yang Wajib Dimiliki Bapak-Bapak

Berbeda dengan itu, kebiasaan saya beberapa waktu kemarin, menjadikan kopi sebagai teman pagi ketika dingin. Sementara banyak pikiran berkelindan di pikiran sesebapak, ada kopi yang mengajaknya untuk berpikir bijak. Kopi yang diseduh dengan tangan sendiri, air yang direbus sendiri, dan diminum sendiri. Duh kasiaan… wkwk

Maka saya tak punya kenangan dengan kopi-kopi yang saya minum itu, kecuali kontribusinya terhadap masa-masa sibuk yang pernah saya lalui dulu. Sekarang, saya memutuskan untuk mengurangi, pasca sakit di akhir tahun lalu.

Lalu jika sekarang ada yang sampai tercandu-candu dengan kopi, saya yakin bukan karena kopinya, tapi dengan siapa kenangan itu tercipta. Hati-hati, kebanyakan kopi bisa membuat jantung berdebar. Kebanyakan kenangan bisa membuat hati dan pikiran tercabar.. wkwk.[*]

Ditulis oleh Muhamad Nasir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *