Sebagai ibu dari dua putra dan memiliki adik bungsu yang 18 tahun jauh lebih muda darinya, Febrianti Almeera membagikan pengalaman dan wawasannya tentang pentingnya mendidik anak sejak dini, khususnya dalam hal keimanan.
Menurut teh Febrianti, panggilannya, tujuh tahun pertama dalam kehidupan seorang anak adalah masa krusial. Ini adalah saat di mana kita bisa membentuk ikatan emosi dan mendidik jiwa mereka dengan paling efektif. Dalam tradisi Islam, konsep “golden age” tak terbatas pada usia lima tahun. Sebaliknya, setiap fase kehidupan memiliki masa emasnya sendiri. Misalnya, periode tujuh tahun pertama sangat penting untuk menanamkan keimanan dan pembelajaran bahasa.
“Dalam proses pengasuhan, ternyata ada rasa yang berbeda ketika ngasuh anak-anak kecil dan mendidik calon pemuda. Ketika kita berhasil megang seorang anak di tujuh tahun pertamanya, akan jauh lebih mudah melekatkan antara jiwa ke jiwa, hati ke hati, dan mendidiknya ke depan di usia selanjutnya. Usia 7 tahun pertama adalah penentu,” kata teh Febrianti.
Kendala sebenarnya, kata teh Febrianti, muncul ketika kita melewatkan kesempatan emas ini. Jika kita gagal memberikan pendidikan keimanan yang kokoh pada tujuh tahun pertama, mendidik anak pada masa berikutnya bisa menjadi lebih menantang.
“Saya merasakan betul, apabila kita pegang seorang calon pemuda yang 7 tahun pertamanya tidak dipegang dengan baik, tantangannya lebih besar untuk menanamkan keimanan. Sebab, 7 tahun pertama adalah usia emas tentang keimanan,” terangnya.
Teh Febrianti melanjutkan, Islam memberikan panduan mendalam tentang pengasuhan, mulai dari kelahiran hingga anak mencapai usia baligh. Istilah ‘aqil baligh’ menekankan pentingnya kedewasaan, baik secara mental maupun biologis. Seorang anak dianggap telah dewasa biologis saat perempuan memulai haid dan laki-laki melalui mimpi basah. Namun, kedewasaan bukan hanya soal biologi. Kematangan berpikir dan mental sama pentingnya.
“Frasa aqil dan baligh harus sepaket. Sebab tantangan hari ini banyak orang yang kondisi biologisnya sudah matang tetapI tidak dibarengi dengan kematangan berpikir, maka akan mudah senang terhadap hal-hal yang menggairahkan dan mudah juga untuk disalurkan, karena ia tidak memikirkan konsekuensi. Oleh sebab itu, aqil dan baligh harus selalu disatukan,” lanjut Founder Sekolah Rumah Tangga itu.
Melalui pendekatan yang tepat, kita bisa memastikan anak-anak tumbuh dengan keimanan yang kuat, menanamkan kecintaan mereka kepada Allah sejak dini, dan mempersiapkan mereka menjadi generasi penerus yang beriman dan bertanggung jawab.