BANYUMASMEDIA.COM – Pemilu di Indonesia itu unik. Kita punya kebiasaan menyelenggarakannya di hari Rabu, hari kerja yang entah kenapa jadi andalan. Alasan resminya sih, Rabu dianggap netral, di tengah-tengah minggu, supaya nggak terlalu dekat sama akhir pekan yang katanya rawan bikin orang malas mencoblos. Logika ini terdengar masuk akal, sampai kita menyadari satu fakta sederhana: perantau.
Bayangkan, ada jutaan orang yang tinggal dan bekerja di kota lain, jauh dari tempat mereka terdaftar memilih. Bagi mereka, mencoblos itu perjuangan. Libur satu hari jelas nggak cukup. Apalagi buat yang tinggal di luar provinsi, harus mudik hanya untuk memastikan kertas suara nggak kosong. Hasilnya? Banyak yang memilih absen, karena urusan kerja dan biaya perjalanan terasa lebih penting daripada sekadar nyoblos.
Kenapa kita nggak coba geser hari pemilihan jadi Senin? Libur panjang dari Sabtu sampai Senin akan memberi ruang lebih bagi perantau untuk pulang dengan tenang, mencoblos tanpa buru-buru, lalu kembali bekerja di hari Selasa dengan kepala lebih ringan.
Memang, ada risiko orang malah memanfaatkan long weekend ini buat liburan, bukannya nyoblos. Tapi mari jujur saja, skenario itu masih lebih baik dibanding sekarang, di mana banyak suara hilang hanya karena Rabu bukan hari yang ramah untuk semua.
Saya tahu, mengganti tradisi itu nggak gampang. Tapi kalau kita benar-benar peduli dengan partisipasi pemilih, ini saatnya KPU sedikit fleksibel, melihat kenyataan di lapangan. Demokrasi itu mestinya soal memberi kesempatan, bukan mempersulit.
Jadi, kalau merasa partisipasi pemilih menurun, mungkin saatnya kita berhenti menyalahkan masyarakat yang malas nyoblos. Coba lihat lagi jadwalnya, misal dipindah ke hari Senin. Karena siapa tahu, persoalannya bukan pada mereka, tapi pada hari yang kita pilih untuk mereka memilih.
***
*) Oleh: Ahmad Sofia Robbani
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.