BANYUMASMEDIA.COM – Saya sadar untuk masuk ke grup Facebook bernama Editing Dong, tapi yang jelas, itu bukan karena saya niat belajar Photoshop. Tidak. Saya masuk karena tertarik melihat betapa manusia bisa begitu tulus, menyerahkan wajahnya sendiri untuk dijadikan bahan olahan visual yang tidak jarang berujung pada bahan tertawaan.
Editing Dong ini adalah sebuah grup publik, tempat berkumpulnya para pejuang kreativitas dan seniman dadakan, yang kadang lebih mirip pesulap karena bisa menyulap foto sesuai keinginan mereka.
Ada yang mengedit dengan serius, menambah pencahayaan, mempertajam kontras atau sesuai keinginan. Tapi sebagian besar editor di sini lebih senang bermain-main.
Siang ini, saya buka Facebook dan menjumpai postingan grup Facebook EDITIN DONG.

Adalah Mas Rawie, seorang pria tangguh berkaus RAWIEZ (yang mungkin singkatan dari Rawi-wezz, minta edit pliss), dengan percaya diri mengunggah foto dirinya dan temannya di atas kapal, sedang memegang seekor… boneka hiu.
Tidak main-main, caption-nya berbunyi:
“Bang tolong editin ikannya jadi ikan beneran, buat pamerin ke teman 😁🙏”
Permintaan yang sederhana, tapi implikasinya luar biasa.
Grup pun geger. Dalam tempo yang lebih cepat dari pemilu ulang, ratusan editor amatir hingga profesional mulai bergerak. Namun, tentu saja, tidak semua memilih jalan lurus.
Alih-alih menjadikan boneka itu hiu beneran, sebagian besar justru menjadikannya karya parodi tingkat dewa:
Ada yang mengubah hiu boneka itu jadi ikan goreng. Ada juga yang mengganti ikannya dengan ikan sapu-sapu. Tidak ketinggalan, seorang kreator iseng mengganti hiunya dengan manusia. Lainnya mengganti objek ikan jadi ikan tuna.
Di sinilah uniknya. Mas Rawie tidak marah. Tidak ada tuntutan, tidak ada somasi, tidak ada caption bertanda seru. Karena Mas Rawie tahu—dan ini penting—bahwa ketika masuk grup EDITIN DONG, martabat visual kita bukan lagi milik kita sendiri. Ia menjadi milik rakyat, milik netizen, milik para editor.
Ini bukan sekadar grup iseng. Ini adalah laboratorium eksentrik tempat kita belajar tentang seni menerima.
Ditulis oleh: Ahmad Sofia Robbani











