Opini

Cerita Tukang Cat dan Tembok

47
×

Cerita Tukang Cat dan Tembok

Sebarkan artikel ini
Proses mengecat

BANYUMASMEDIA.COM – Ada pemandangan yang selalu menarik saat melihat tukang cat bekerja. Dengan gerakan penuh kehati-hatian, mereka seperti memadukan fisik seorang pekerja keras dengan kepekaan seorang seniman. Di tangan mereka, tembok yang tadinya kusam bisa berubah jadi cerah, bahkan tampak seperti memiliki kehidupan baru.

Seperti seniman memandang kanvas kosong, tukang cat memulai pekerjaannya dengan perhatian penuh pada setiap detail. Sebelum sapuan kuas pertama, ada proses yang tidak bisa diabaikan: memilih warna. Ini bukan perkara mudah. Warna bukan sekadar soal estetika, tapi juga soal kesan. Apakah dinding itu ingin terlihat hangat? Apakah pemilik rumah ingin menyampaikan rasa tenang atau justru energik? Pilihan warna adalah langkah awal yang menentukan apakah tembok itu akan bersuara lembut atau berteriak kencang.

Kemudian, ketika kuas pertama kali menyentuh tembok, ada harmoni yang terbentuk. Setiap gesekan kuas dengan permukaan tembok terasa seperti dialog yang hanya bisa dimengerti oleh keduanya. Ada bagian yang halus, ada yang kasar, ada pula yang harus dicat berulang kali agar warnanya rata. Proses itu mengajarkan kesabaran, karena mengecat bukan cuma soal menutupi warna lama, tapi juga memberikan kehidupan baru yang benar-benar terasa.

Menariknya, ada filosofi yang bisa kita petik dari proses ini. Memilih warna, seperti membuat keputusan dalam hidup, adalah langkah pertama yang menentukan segalanya. Sementara setiap sapuan kuas mengingatkan kita bahwa perubahan butuh waktu dan kesungguhan. Tembok yang dulu kusam akhirnya terlihat segar kembali, tapi bukan hanya karena kuas dan cat, melainkan juga karena dedikasi dari si tukang cat.

Pada akhirnya, tembok yang baru dicat bukan sekadar hasil pekerjaan fisik. Ia adalah karya seni yang diam, tapi penuh cerita. Dan mungkin, dari tangan seorang tukang cat, kita belajar bahwa memperbarui sesuatu—baik itu tembok atau hidup—selalu membutuhkan ketenangan, kesabaran, dan tentu saja, pemilihan warna yang tepat.[]

BACA JUGA  Pemilu, Harus Rabu? Kenapa Tidak Senin!

***

*) Oleh: Ahmad Sofia Robbani

*) Tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *