Hikmah

Al-Fatihah: Doa Kehidupan dan Jalan Lurus Manusia

×

Al-Fatihah: Doa Kehidupan dan Jalan Lurus Manusia

Sebarkan artikel ini
Unplash.com

BANYUMASMEDIA.COM – Surah Al-Fatihah adalah surah yang paling sering kita baca dalam hidup sehari-hari. Setiap kali salat, tujuh ayat ini selalu mengiringi bacaan kita. Namun, justru karena terlalu sering dibaca, kadang kita melupakan kedalaman maknanya. Padahal, surah ini disebut sebagai Ummul Kitab atau induk Al-Qur’an, sebab merangkum inti ajaran Islam dalam satu doa yang ringkas.

Menurut tafsir Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb, Al-Fatihah adalah perjalanan spiritual yang menyatukan hati manusia dengan Tuhannya. Setiap ayatnya saling terhubung, mengalir dari pengenalan terhadap Allah, kesadaran sebagai hamba, hingga permohonan untuk dibimbing di jalan lurus.

Surah ini dimulai dengan “Bismillahirrahmanirrahim.” Setiap langkah kebaikan seorang Muslim seharusnya berawal dengan nama Allah. Dua sifat yang disebutkan—Ar-Rahman dan Ar-Rahim—menjadi penegasan bahwa seluruh ciptaan dan aturan Allah berlandaskan kasih sayang, bukan murka. Dari sinilah lahir rasa syukur, yang kemudian tercermin dalam ayat berikutnya: “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin.” Segala puji hanyalah milik Allah, Tuhan yang memelihara semesta alam. Segala nikmat hidup, dari udara yang kita hirup hingga kesempatan untuk terus bernafas, adalah bukti pemeliharaan Allah sebagai Rabb.

Setelah itu, rahmat Allah kembali ditegaskan dengan kalimat “Ar-Rahmanir-Rahim.” Pengulangan ini bukan tanpa makna, melainkan penekanan bahwa hukum dan perintah-Nya juga diliputi kasih sayang. Ibadah yang kita jalankan seharusnya lahir bukan semata karena takut, tetapi karena cinta pada rahmat-Nya. Namun kehidupan bukan hanya dunia. Maka ayat berikutnya mengingatkan, “Maliki Yawmid-Din” Allah adalah Raja Hari Pembalasan. Dunia ini bukan akhir. Akan ada hari ketika setiap amal dipertanggungjawabkan. Di sana, orang yang berbuat zalim akan menuai balasannya, sementara yang sabar dan terzalimi akan mendapatkan keadilan.

BACA JUGA  Raih Pahala Puasa Setahun dengan Puasa Syawwal

Kesadaran akan hari akhir itu membawa kita pada ikrar penting: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.” Hanya kepada Allah kita menyembah, dan hanya kepada-Nya kita meminta pertolongan. Di sinilah inti hubungan seorang hamba dengan Tuhannya ditegaskan. Kita tidak menundukkan diri pada selain Allah, dan kita mengakui kelemahan diri yang selalu membutuhkan pertolongan-Nya. Dari sini mengalir doa terpenting dalam hidup: “Ihdinas-siratal-mustaqim.” Kita memohon bimbingan agar ditunjukkan jalan yang lurus. Hidup penuh dengan pilihan, jalan bercabang, dan godaan di setiap persimpangan. Tanpa bimbingan Allah, manusia mudah tersesat.

Doa ini lalu diperjelas: “Siratal-ladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim walad-dhallin.” Jalan lurus itu bukan jalan abstrak. Ia adalah jalan yang pernah ditempuh oleh para nabi, orang-orang jujur, syuhada, dan orang-orang saleh. Jalan mereka yang diberi nikmat oleh Allah. Bukan jalan mereka yang dimurkai karena tahu kebenaran tapi menolaknya, dan bukan jalan mereka yang sesat karena beribadah tanpa ilmu.

Jika dirangkum, Al-Fatihah adalah peta perjalanan hidup manusia. Kita diajak untuk mengenal Allah sebagai Pencipta, Pemelihara, Pengasih, dan Raja Hari Pembalasan. Kita diingatkan akan posisi diri sebagai hamba yang lemah dan akan dimintai pertanggungjawaban. Kita menegaskan sikap untuk menyembah hanya kepada Allah serta selalu meminta pertolongan-Nya. Dan akhirnya, kita memohon bimbingan agar tetap istiqamah di jalan lurus bersama orang-orang pilihan.

Dengan begitu, Al-Fatihah bukan sekadar pembuka Al-Qur’an, melainkan juga pembuka kesadaran kita setiap hari. Setiap kali membacanya dalam salat, sejatinya kita sedang memperbarui ikrar sebagai hamba Allah. Kita sedang memohon agar Dia tidak pernah melepaskan kita berjalan sendirian di dunia yang penuh ujian. Surah ini, pada akhirnya, adalah doa kehidupan.

BACA JUGA  Sikap Kita dalam Berdoa

Dan malam ini, sebelum mata terpejam, mari kita renungkan sejenak. Surah yang kita baca berulang kali itu ternyata bukan sekadar bacaan rutin, melainkan janji setia dan doa agar Allah selalu menuntun langkah kita. Semoga ketika esok kita terbangun, kita benar-benar menjadi bagian dari mereka yang berjalan di jalan lurus, jalan yang penuh nikmat, jauh dari murka, dan terhindar dari kesesatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *