BANYUMASMEDIA.COM – Di antara sepuluh nama tokoh yang menerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2025, satu nama menarik perhatian publik: H. Rahmah El Yunusiyah, sosok perempuan pelopor pendidikan Islam di Indonesia asal Sumatera Barat.
Rahmah lahir di Padang Panjang pada 29 Desember 1900 dan wafat pada 26 Februari 1969. Ia dikenal sebagai pendidik visioner yang membuka jalan bagi kesetaraan akses pendidikan bagi perempuan Muslim di masa kolonial, sebuah gagasan yang dianggap sangat progresif pada zamannya.
Pada 1 November 1923, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Putri, lembaga pendidikan Islam pertama di Indonesia yang khusus diperuntukkan bagi perempuan. Di sekolah inilah ia menerapkan sistem pembelajaran terpadu yang memadukan ilmu agama, pengetahuan umum, dan keterampilan hidup. Gagasannya ini kemudian menjadi model pendidikan yang menginspirasi banyak lembaga Islam di Nusantara.
Tak hanya di bidang pendidikan, Rahmah juga dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan perjuangan kebangsaan. Ia pernah ditahan oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap mendukung gerakan nasionalis dan memperjuangkan hak-hak perempuan melalui jalur pendidikan.
Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Rahmah El Yunusiyah dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/11/2025), bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 116/TK Tahun 2025, sebagai bentuk penghormatan atas jasa luar biasa Rahmah dalam membangun fondasi pendidikan perempuan di Indonesia.
Menginspirasi Al-Azhar Kairo
Warisan Rahmah ternyata menembus batas negeri. Model pendidikan yang ia bangun di Madrasah Diniyah Putri disebut menjadi inspirasi bagi Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, salah satu lembaga pendidikan Islam tertua dan paling berpengaruh di dunia.
Pada tahun 1955, Grand Syaikh Al-Azhar Abdurrahman Taj berkunjung ke Padang Panjang dan menyaksikan langsung sistem pendidikan Diniyah Putri. Setahun kemudian, Al-Azhar membuka fakultas khusus perempuan (Kulliyatul Lil Banat), yang hingga kini dikenal sebagai salah satu fakultas bergengsi bagi mahasiswi di Mesir.
Sebagai bentuk penghargaan, pada tahun 1957, Universitas Al-Azhar menganugerahkan Rahmah gelar kehormatan “Syekhah”, menjadikannya perempuan pertama di luar Mesir yang menerima pengakuan akademik dari institusi bergengsi tersebut.
Model pembelajaran Diniyah Putri yang menekankan keseimbangan antara ilmu agama, keterampilan, dan karakter juga menjadi rujukan bagi sejumlah lembaga pendidikan Islam modern, termasuk jaringan sekolah dan universitas di Indonesia yang mengadopsi nama dan semangat Al-Azhar.
Warisan untuk Generasi Masa Kini
Lebih dari seabad sejak Diniyah Putri berdiri, gagasan Rahmah tetap hidup: mendidik perempuan bukan sekadar agar pandai, tetapi agar berdaya dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Di tengah perbincangan tentang kesetaraan gender dan pendidikan berbasis karakter, konsep “mendidik perempuan untuk membangun peradaban” yang ia rintis terasa semakin relevan. Rahmah El Yunusiyah bukan hanya pendidik, tetapi simbol keteguhan seorang perempuan Indonesia dalam memperjuangkan ilmu, iman, dan kemerdekaan berpikir. [asr]











