InspiratifSosok

Mengenang 117 Tahun Hamka: Ulama, Pujangga, dan Pejuang Pemikiran Islam

41
×

Mengenang 117 Tahun Hamka: Ulama, Pujangga, dan Pejuang Pemikiran Islam

Sebarkan artikel ini

BANYUMASMEDIA.COM – Pada tanggal 17 Februari 1908, didi nagari Sungai Batang, di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat, lahirlah seorang anak yang kelak menjadi ulama besar dan pujangga dengan pengaruh mendunia. Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka tumbuh di tengah keluarga yang kuat dalam tradisi Islam. Ayahnya, Haji Rasul, adalah seorang tokoh reformis Islam di Minangkabau yang dikenal dengan pemikiran modernisnya. Sejak kecil, Hamka telah diperkenalkan dengan ilmu agama dan lingkungan yang mendorongnya untuk berpikir kritis.

Namun, perjalanan intelektualnya tidak berjalan mulus. Hamka kecil dikenal sebagai anak yang sulit mengikuti pendidikan formal. Ia lebih suka belajar secara mandiri, membaca buku, dan berdiskusi dengan banyak orang. Ketertarikannya pada ilmu membawa Hamka muda merantau ke berbagai daerah, termasuk ke Jawa dan Mekah, untuk mencari ilmu dan pengalaman. Di Mekah, ia tidak hanya belajar agama, tetapi juga bertemu dengan banyak tokoh Islam yang membentuk pola pikirnya.

Setelah kembali ke Indonesia, Hamka aktif dalam dunia jurnalistik dan kepenulisan. Ia mulai menulis di berbagai surat kabar dan majalah, menyampaikan gagasannya tentang Islam yang dinamis dan progresif. Pada usia muda, ia sudah menerbitkan berbagai buku, baik dalam bidang agama, sastra, maupun sejarah. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, sebuah novel yang tidak hanya romantis, tetapi juga mengandung kritik sosial dan nilai-nilai keislaman yang kuat.

Di dunia dakwah, Hamka dikenal sebagai sosok ulama yang berani dan berpikiran maju. Ia menjadi pemimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama dan aktif dalam berbagai organisasi Islam. Pemikirannya tentang Islam yang rahmatan lil ‘alamin membuatnya disegani, baik di dalam maupun luar negeri. Ia sering diundang untuk berceramah di berbagai negara dan menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh Islam dunia.

BACA JUGA  Mengenang Sosok-Sosok Berpengaruh dalam Hidup Buya Hamka

Namun, perjalanan hidup Hamka tidak selalu mulus. Pada masa pemerintahan Orde Lama, ia pernah dipenjara selama dua tahun atas tuduhan yang tidak jelas. Meski demikian, di dalam penjara, ia tetap berkarya dan justru menyelesaikan karya monumentalnya, Tafsir Al-Azhar. Tafsir ini menjadi salah satu karya tafsir terbaik dalam dunia Islam modern dan masih digunakan hingga kini sebagai rujukan utama dalam memahami Al-Qur’an.

Selepas dari penjara, Hamka tetap melanjutkan dakwahnya dengan lebih bersemangat. Ia tidak menyimpan dendam, melainkan justru menunjukkan sikap pemaaf yang luar biasa. Sikapnya ini semakin memperkuat posisinya sebagai ulama yang penuh kebijaksanaan dan keteladanan. Ia juga terus menulis dan menerbitkan berbagai buku yang menjadi inspirasi bagi banyak orang.

Dalam perjalanan hidupnya, Hamka menerima banyak penghargaan atas jasa-jasanya di dunia Islam dan sastra. Ia diangkat sebagai Profesor oleh Universitas Al-Azhar di Mesir dan juga mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Pengakuan dunia terhadap pemikirannya menunjukkan betapa luasnya pengaruh Hamka sebagai seorang ulama dan intelektual Muslim.

Pada tanggal 24 Juli 1981, Hamka menghembuskan napas terakhirnya di Jakarta. Kepergiannya meninggalkan duka yang mendalam bagi umat Islam, tetapi warisannya tetap hidup melalui karya-karyanya yang abadi. Ribuan orang mengiringi jenazahnya ke tempat peristirahatan terakhir, menunjukkan betapa besar penghormatan masyarakat terhadapnya.

Hamka bukan hanya seorang ulama atau sastrawan, tetapi juga seorang pejuang pemikiran yang menanamkan nilai-nilai Islam yang moderat, inklusif, dan penuh kebijaksanaan. Lewat buku-bukunya, ceramahnya, dan perjuangannya, ia telah menginspirasi banyak orang untuk memahami Islam dengan lebih luas dan mendalam.

Hari ini, setiap kali kita membaca karyanya atau mendengar kisah perjuangannya, kita tidak hanya mengenang Hamka sebagai sosok masa lalu, tetapi juga sebagai cahaya yang terus menerangi zaman. Pemikiran dan keteladanannya akan terus hidup, mengajarkan kita tentang makna keberanian, keikhlasan, dan perjuangan dalam membangun peradaban yang lebih baik. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *