BANYUMASMEDIA.COM – Nilai tukar Rupiah melemah terhadap Dolar AS pada pekan terakhir ini, ada beberapa penyebabnya. Pertama, karena imbas eksternal yaitu inflasi di AS yang belum menurun. Inflasi AS semakin melonjak hingga 3,48% year on year. The Fed juga belum menurunkan suku bunganya. Selain itu, juga disebabkan oleh konflik geopolitik di Timur Tengah.
Kedua, turunnya surplus neraca perdagangan Indonesia. Hal ini disebabkan karena Indonesia saat ini memiliki komposisi impor yang cukup tinggi. Hal tersebut disampaikan Ida Puspitarini W, SE., M.Si,Ak., CA.,CFP Dosen FEBI UIN Saizu Purwokerto sekaligus Financial Planner.
“Melemahnya nilai rupiah pastinya berdampak terhadap kenaikan inflasi. Barang-barang yang bahan baku produksinya dari impor, harganya akan naik. Harga minyak mentah naik, biaya logistik naik, sehingga dapat dimungkinkan harga bahan pangan juga akan naik,” ujar Ida kepada banyumasmedia.com pada Sabtu, (27/04/2024).
Meskipun penurunan nilai rupiah menjadi tanggung jawab pemerintah, seyogyanya masyarakat juga dapat berperan serta untuk membantu. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat, antara lain:
- Untuk lebih mencintai produk-produk Indonesia dengan mengurangi pembelian barang impor agar rupiah semakin menguat.
- Lebih mengutamakan wisata ke dalam negeri. Selain mensupport berkembangnya wisata dalam negeri, tindakan ini dapat menambah penerimaan negara.
- Bepergian menggunakan transportasi umum, karena hal ini dapat menghemat pemakaian BBM. Penghematan ini akan mengurangi jumlah impor BBM sehingga cadangan devisa bisa dialokasikan untuk tujuan yang lain.
- Jangan menimbun dolar. Meskipun dolar merupakan alternatif diversifikasi investasi, dalam kondisi seperti ini alangkah baiknya segera konversi dolar yang dimiliki ke mata uang rupiah sebagai bentuk peran serta menyelamatkan perekonomian bangsa. Untuk kemudian hasil konversi tersebut dapat dialokasikan kembali pada instrumen yang tidak bergantung pada kurs dolar.
“Saran untuk keluarga indonesia, kondisi ini jangan membuat overthinking. Lakukan evaluasi budget seiring kenaikan harga kebutuhan. Alangkah baiknya untuk lebih mengencangkan pengeluaran dengan lebih mengutamakan pengeluaran yang prioritas,” terangnya.
Ida juga mengimbau masyarakat untuk mengurangi perilaku konsumtif agar cash flow tidak defisit sehingga tidak membuat utang baru dan periksa kembali ketercukupan dana darurat. Jika penghasilan masih ada kelonggaran, segera sisihkan untuk menambah tabungan ataupun untuk menambah portofolio investasi, katanya.
Lebih lanjut, Ida menyampaikan walaupun rupiah sedang melemah, bukan berarti seluruh investasi menjadi tidak menguntungkan. Kita dapat tetap berinvestasi pada aset yang tidak bergantung terhadap kurs dolar, salah satunya pada Surat Utang Negara (SUN). SUN merupakan surat pengakuan utang yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh negara RI sesuai masa berlakunya.
Dengan berinvestasi pada SUN kita dapat membantu pemerintah dengan berinvestasi di instrumen investasi dalam negeri seperti membeli ORI atau SBN. Nantinya SUN ini akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai kebutuhan anggaran pemerintah seperti untuk menutup defisit APBN.
Sejauh ini peran pemerintah dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah sangat luar biasa. Kondisi pelemahan nilai mata uang terhadap dolar bukan hanya dialami oleh negara kita, melainkan juga oleh negara-negara lain. Saat ini inflasi di Indonesia masih dalam kondisi terjaga, yaitu di kisaran 3%.
“Kita sangat berharap BI menempuh kebijakan terbaik untuk menyelamatkan nilai tukar rupiah. Dalam kondisi ini BI dapat mengambil 2 skenario kebijakan moneter, yaitu BI dapat menempuh kebijakan dengan menaikkan suku bunga acuan atau dapat juga melalui kebijakan intervensi pasar. Kedua skenario ini ada plus dan minusnya,” bebernya.
Saat ini dari outstanding utang Indonesia sebesar Rp 8.319 T, komposisinya 71,92% dalam rupiah dan dalam valas sebesar 28,08% sehingga dampak terhadap beban utang atau belanja bunga masih dapat diminimalisir. Namun, besar harapan Kemenkeu tetap alert menyiapkan strategi antisipasi terbaik jika terjadi kondisi di luar ekspektasi.
Dalam kondisi seperti ini OJK diharapkan lebih intens memperhatikan kondisi internal perbankan khususnya perbankan yang akan tereksposure terhadap gejolak nilai tukar dolar yang tinggi agar tidak terjadi risiko bank gagal. Bank yang berisiko atas kondisi ini yaitu bank-bank yang tetap menyalurkan kredit valas dalam porsi besar, terutama ke sektor-sektor yang rentan terhadap pelemahan ekonomi global sehingga berpotensi menghadapi peningkatan non-performing loan (NPL).
“Selain itu OJK diharapkan tetap aktif melakukan sosialisasi agar awarness masyarakat dalam berperan serta membantu pemerintah untuk menguatkan nilai tukar rupiah terus meningkat, serta tetap memantau pertumbuhan lembaga Pinjol ilegal yang biasanya dalam kondisi seperti ini mereka semakin aktif memanfaatkan situasi dengan lebih gencar lagi mencari nasabah dari kalangan masyarakat yang mengalami gangguan finansial akibat kenaikan kebutuhan hidup,”pungkasnya. (Tanti)