BANYUMASMEDIA.COM – Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Ari Nugroho menegaskan bahwa proses penetapan Gunung Slamet sebagai taman nasional harus diikuti dengan larangan penuh terhadap aktivitas pertambangan. Ia menyatakan dukungan terhadap sikap Gubernur Jawa Tengah yang memastikan kawasan tersebut tengah dikaji untuk naik status menjadi taman nasional.
Hal ini disampaikan Ari usai kunjungannya ke kantor ESDM Banyumas, sebagai langkah nyata memperoleh data riil di lapangan (Kamis,11/12).
Ari menilai keputusan itu tidak hanya didasarkan pada arah kebijakan pemerintah, tetapi juga didukung bukti ilmiah dan pengalaman bencana ekologis di berbagai daerah. Ia mencontohkan bencana banjir besar di Sumatera Barat yang menurutnya berkaitan dengan hilangnya tutupan hutan dan aktivitas ekstraktif di kawasan hulu.
“Kita tidak ingin Jawa Tengah mengulangi kesalahan yang sudah terbukti merusak di daerah lain. Ilmu pengetahuan sudah memberi cukup bukti,” tegasnya.

Berbagai kajian menunjukkan keterkaitan antara deforestasi, pertambangan hulu, dan meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi. Dikutip dari reuters, di Sumatera Barat, kehilangan hutan primer mencapai sekitar 320 ribu hektare dan total kehilangan tutupan pohon sekitar 740 ribu hektare pada 2001–2024. Secara regional, Sumatra telah kehilangan lebih dari 4,4 juta hektare hutan sejak 2001 akibat pembalakan dan ekspansi tambang. Antara 2016–2025, sekitar 1,4 juta hektare hutan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat terdeforestasi akibat aktivitas ratusan perusahaan tambang, sawit, dan energi.
Ari menyebut kondisi tersebut menjadi peringatan bagi Jawa Tengah, mengingat kawasan hulu Gunung Slamet memiliki fungsi ekologis penting. Lereng Slamet merupakan sumber air bagi sejumlah daerah aliran sungai (DAS) besar, termasuk DAS Serayu dan berbagai sub-DAS di Banyumas, Tegal, Brebes, dan Purbalingga. Kajian hidrologi menunjukkan kawasan ini memiliki curah hujan tinggi sehingga tutupan hutan berperan vital dalam mencegah erosi dan menjaga ketersediaan air.
“Jika kawasan hulu ini terganggu, maka daerah hilir berpotensi mengalami banjir bandang, longsor, kekeringan musiman, dan penurunan kualitas air,” ujarnya.
Ia mendorong pemerintah untuk mengambil langkah konkret selama proses penetapan taman nasional berlangsung. Langkah tersebut meliputi audit dan penghentian bila ada izin tambang di sekitar Gunung Slamet, serta pembentukan tim pengawasan lintas sektor yang melibatkan pemerintah provinsi, kabupaten, DPRD, dan masyarakat.
“Kalau kita serius ingin mencegah bencana, kita harus berani berhenti sebelum kerusakan terjadi, bukan sibuk menolong ketika bencana sudah datang. Pengalaman Sumatra menunjukkan biaya sosial dan ekonomi bencana jauh lebih besar dibandingkan keuntungan jangka pendek dari tambang,” pungkas Ari.[tanti]











