BANYUMASMEDIA.COM – Di dunia yang sibuk mengejar laju, ada yang justru harus berjalan pelan. Mereka tidak duduk di balik kemudi. Mereka juga bukan penjaga tiket, atau petugas yang disambut ramah di peron. Mereka adalah orang-orang yang bahkan mungkin tak sempat kita lihat, meski setiap perjalanan kita bergantung pada langkah mereka.
Mereka disebut Petugas Pemeriksa Jalur, atau disingkat PPJ. Tak banyak yang tahu, pekerjaan mereka bukan tentang teknologi mutakhir. Mereka tidak duduk di balik layar sistem canggih. Mereka bekerja dengan langkah kaki, tatapan mata yang jeli, dan ketelitian yang sunyi. Tugas mereka satu: memastikan rel yang akan dilalui kereta, dari stasiun ke stasiun agar aman. Tak ada baut longgar. Tak ada rel miring. Tak ada sinyal bahaya. Dan semua itu mereka lakukan dengan berjalan kaki, sejauh 8 hingga 12 kilometer, setiap hari.
Bayangkan, dalam dunia yang serba cepat, mereka justru dituntut berjalan perlahan. Menyusuri rel, menyeberangi jembatan di ketinggian, atau masuk ke dalam terowongan yang lengang. Tak ada yang menyambut mereka di sana, selain bunyi langkah sendiri dan derik angin. Kadang matahari sedang panas-panasnya. Kadang hujan mengguyur seperti tanpa ampun.
Mereka hanya membawa tas kecil berisi alat kerja. Kadang juga bendera merah, bendera kuning, dan lampu senter sebagai isyarat jika ada kereta mendekat. Mereka harus siap menepi, tapi tidak boleh lengah. Satu baut longgar yang tak terdeteksi bisa berakibat fatal bagi ribuan penumpang yang melintas.
Di tempat-tempat seperti ini, teknologi tidak menggantikan manusia. Ia hanya bisa mendampingi. Tapi mata manusialah yang menjadi pengawal terakhir. Dan PPJ adalah mata itu.
Maka di rel yang panjang, mereka menapaki tugasnya seperti doa: pelan, tapi penuh makna. Sunyi, tapi menentukan. Disiplin, tanpa pernah minta pujian. Dan karena itu, kita semua bisa sampai.
Kepada mereka yang menjaga laju kereta dengan kesunyian: terima kasih.











