BANYUMASMEDIA.COM – “Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni.”
(Kutipan dari Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)
Sapardi Djoko Damono menulis puisi yang sederhana, namun justru karena kesederhanaannya ia menjadi abadi. Hujan Bulan Juni hanya terdiri dari larik-larik pendek, minim kata sifat, tanpa metafora rumit. Tapi justru di situlah letak keindahannya: kesederhanaan yang penuh makna.
Dalam puisinya, hujan bulan Juni turun tanpa diminta. Ia jatuh diam-diam, menetes ke tanah yang kering, tanpa keluh dan tanpa pamrih. Ia hadir sebagai simbol ketabahan, keikhlasan, dan cinta yang tak banyak bicara. Puisi ini bisa dibaca sebagai gambaran tentang kasih sayang yang diam-diam mengalir, tentang perasaan yang dipendam, atau tentang keikhlasan memberi tanpa mengharap kembali.
Keistimewaan puisi Sapardi adalah kemampuannya merangkum pengalaman universal dalam larik-larik ringkas. Membaca Hujan Bulan Juni seperti bercermin pada diri sendiri: siapa di antara kita yang tidak pernah merasa diam-diam mencintai, diam-diam memberi, diam-diam menunggu, tanpa pernah ditahu oleh orang yang dituju?
Puisi ini kemudian menjelma ikon budaya. Ia dipetik dalam lagu, dibacakan di kelas-kelas sastra, bahkan diresapi dalam perayaan cinta. Dari hujan bulan Juni, kita belajar bahwa cinta sejati tidak perlu riuh. Ia cukup hadir, setia, dan tabah, meskipun tak selalu terlihat oleh dunia. []