LiputanRagam

Ayah, Jalan Pagi, dan Sekolah yang Tak Lagi Sendiri

×

Ayah, Jalan Pagi, dan Sekolah yang Tak Lagi Sendiri

Sebarkan artikel ini

BANYUMASMEDIA.COM – Hari pertama sekolah selalu membawa suasana yang berbeda. Di sudut-sudut gang, jalan, terlihat anak-anak dengan seragam baru yang masih wangi, rambut disisir rapi, dan tas punggung yang tampak terlalu besar untuk tubuh mungil mereka. Tapi dari semua itu, ada satu hal yang diam-diam menjadi pemandangan yang jarang, ayah yang mengantar.

Biasanya, pagi-pagi begini, ibu yang sibuk mondar-mandir. Mencari kaus kaki sebelah, memotong roti, memanggil tukang ojek, dan tentu saja menenangkan anak yang belum rela ditinggal di gerbang. Ayah? Mungkin sudah berangkat lebih pagi. Ke kantor. Ke ladang. Ke luar kota. Atau ke tempat kerja yang jauh di luar provinsi.

Namun tahun ini, lewat Surat Edaran (SE) Nomor 7 Tahun 2025, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, mengajak para ayah untuk ikut hadir di momen penting: mengantar anak ke sekolah di hari pertama.

“Melalui kehadiran ayah pada momen penting tersebut akan tercipta kedekatan emosional yang berpengaruh positif terhadap rasa percaya diri, kenyamanan, dan kesiapan anak dalam menjalani proses belajar,” tulis Menteri Wihaji dalam SE yang dirilis Jumat (11/7/2025).

Ajakan ini lahir dari keprihatinan yang tidak sederhana. Data menyebutkan bahwa 20,9 persen anak di Indonesia kehilangan kehadiran ayah, karena perceraian, kematian, atau pekerjaan yang memisahkan. Di sisi lain, 33 persen remaja mengalami masalah kesehatan mental, namun hanya 4,3 persen orang tua yang bisa menyadarinya lebih awal.

Dalam lanskap keluarga hari ini, ayah sering diposisikan sebagai penopang ekonomi semata. Ia ada, tapi tidak selalu hadir. Ia sibuk menunaikan tanggung jawab, tapi terkadang lupa bahwa kedekatan bukan hanya soal biaya, tapi juga waktu dan perhatian.

BACA JUGA  Pangsar Stasionary: Tempat Belanja Alat Tulis Sekolah yang Adem, Luas, dan Bikin Betah

Padahal, bagi anak-anak, boncengan sepeda motor bersama ayah bisa jadi cerita yang membekas seumur hidup. Pegangan tangan di depan gerbang sekolah bisa jadi sumber rasa aman yang tidak akan pernah tergantikan.

Gerakan Ayah Mengantar Anak mungkin hanya akan terlihat sebagai upaya kecil. Tapi dalam keluarga, hal-hal kecil justru sering jadi yang paling penting. Ia bukan hanya tentang antar-jemput. Tapi tentang pesan diam: “Ayah ada di sini untukmu.”

Barangkali ayah tidak pandai berkata manis seperti ibu. Tidak tahu cara mengepang rambut atau menyiapkan bekal nasi uduk. Tapi kalau pagi itu, ia sempat turun dari motor, menggandeng tangan anaknya, dan menepuk pundaknya sebelum masuk kelas, maka anak itu akan merasa bahwa sekolah bukan tempat yang asing, karena ayah pernah berdiri di sana, bersamanya.

Dan kelak, ketika anak itu tumbuh dan dunia terasa makin asing, ia akan selalu punya satu kenangan yang bisa diajak pulang: pagi hari, jalan setapak, tangan ayah, dan sekolah yang tak lagi terasa sendiri.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *