BANYUMASMEDIA.COM – Pemerataan layanan pendidikan kini memasuki babak baru. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mendorong percepatan redistribusi guru Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penguatan pendidikan inklusif di seluruh daerah. Dua kebijakan ini menjadi pijakan penting untuk memastikan setiap anak di Indonesia—termasuk penyandang disabilitas—memiliki kesempatan belajar yang setara.
Kebijakan tersebut disosialisasikan dalam kegiatan bertajuk “Sosialisasi Kebijakan Redistribusi Guru ASN Daerah dan Pendidikan Inklusif Region Jakarta”, yang dibuka secara resmi oleh Dirjen Guru, Tenaga Kependidikan, dan Pendidikan Guru (GTKPG) Nunuk Suryani, didampingi Sekretaris Ditjen GTKPG Temu Ismail, pada Senin (20/10).
Acara yang berlangsung hingga 22 Oktober itu diikuti perwakilan dari delapan provinsi—mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Banten, Lampung, Sumatra Selatan, hingga Kalimantan Tengah—sebagai bagian dari empat regional sosialisasi yang digelar secara nasional.
Nunuk Suryani menegaskan bahwa redistribusi guru bukan sekadar pemindahan tenaga pendidik dari satu sekolah ke sekolah lain. Lebih dari itu, kebijakan ini merupakan wujud gotong royong antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan satuan pendidikan untuk menjamin terpenuhinya hak belajar seluruh anak bangsa.
“Kita punya lebih dari tiga juta guru di seluruh Indonesia. Secara rasio nasional jumlahnya sudah ideal, tapi tidak merata. Ada daerah yang kelebihan guru pada mata pelajaran tertentu, sementara daerah lain justru kekurangan,” ujarnya dalam sesi pembukaan.
Berdasarkan Analisis Beban Kerja (ABK) dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per Desember 2024, Indonesia masih kekurangan sekitar 374.000 guru di berbagai jenjang sekolah negeri. Di sisi lain, ada lebih dari 62.000 guru ASN dan 166.000 guru non-ASN yang berlebih di bidang tertentu. Melalui redistribusi, ketimpangan ini diharapkan bisa terurai—guru yang berlebih akan dialihkan untuk mengisi kekosongan di wilayah lain, sekaligus menjaga keseimbangan beban kerja dan hak sertifikasi.
Sementara itu, Sekretaris Ditjen GTKPG Temu Ismail menambahkan bahwa kebijakan redistribusi juga memberi kepastian bagi para guru, baik di sekolah negeri maupun swasta.
“Redistribusi guru menjadi langkah strategis untuk menyeimbangkan kebutuhan tenaga pendidik antarwilayah. Dengan begitu, hak tunjangan profesi dan beban kerja bisa terpenuhi secara proporsional,” jelasnya.
Selain redistribusi, agenda sosialisasi ini juga menyoroti penguatan pendidikan inklusif. Salah satu langkah nyata adalah pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) di setiap dinas pendidikan sebagai pusat koordinasi layanan bagi peserta didik penyandang disabilitas dan guru pendamping khusus (GPK).
Nunuk menegaskan bahwa sistem pendidikan inklusif hanya akan berhasil jika semua pihak siap berkolaborasi.
“Setiap anak berhak atas pendidikan yang memadai. Karena itu, kita dorong pembentukan ULD di seluruh daerah agar guru pendidikan khusus memiliki ruang kerja yang diakui dan terlindungi. Dengan begitu, tidak ada satu pun anak yang tertinggal,” tutur Nunuk.
Langkah-langkah ini menjadi bagian dari strategi besar Kemendikdasmen dalam mewujudkan pemerataan akses dan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Melalui redistribusi guru dan penguatan sistem inklusif, pemerintah berharap pendidikan benar-benar menjadi jembatan keadilan sosial, bukan hanya bagi sebagian, tetapi bagi semua anak bangsa. [asr]











