“Atas berkat dan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, agar berkehidupan kebangsaan yang merdeka, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya“
Di Ramadan ini kita kembali disampaikan pada sebuah peristiwa nan penting bagi perjalanan sebuah bangsa dan negara bernama Republik Indonesia. Peristiwa itu adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Barangkali memang tidak begitu familiar diingatan kita. Setahu kita, khususnya saya, kemerdekaan Indonesia ya di bulan Agustus, bulan ke delapan dalam kalender Masehi.
Lagu lagu yang diperdengarkan pun menggunakan waktu Agustus itu.
Tujuh belas
Agustus
Tahun empat lima
Tentu ketidakfamiliar itu tak perlu menjadi ruang debat. Saya yakin, ada juga yang akan selalu mengingatkan bahwa dalam masa kalender Hijriah, Ramadan memiliki hati tersendiri di bangsa ini. Spesial momen.
Di 9 Ramadan itu, ketika yang lain tengah terlelap dalam tidur, beberapa orang begitu intens berdiskusi menyiapkan piranti proklamasi. Dalam benak mereka sebakda temu dengan anak anak muda: gimana pun caranya hari itu harus ada proklamasi.
Para pendiri bangsa itu selayak diburu momentum. Momentum yang harus diambil, maka seperti dalam larik kata di pembuka awal tulisan, para pendiri bangsa sadar betul momentum itu hadir karena rahmat Allah.
Pertemuan dengan anak anak muda pada perang syaraf yang membawa ke Rengasdengklok juga bagian dari rahmat Allah. Mengharuskan proklamasi segera di luar jadwal yang direncanakan. Lalu dipaksa ngebut, ngelembur, sampai seorang Ahmad Soebardjo tertidur pulas kala proklamasi dikumandangkan selepas semalam melakukan lobi kepada anak anak muda itu dan memasang badan untuk dua Bung, sambil meyakinkan bahwa esok proklamasi akan dilangsungkan. Iya sampai jam 6 pagi di 9 Ramadan ia mengerjakan piranti proklamasi.
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu” – QS Al A’raf:156
Begitulah kesadaran yang hendak dibangun oleh pendiri bangsa, bahwa kehidupan ini adalah bentuk rahmat Allah. Setiap kejadian pasti ada kebaikannya. Bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan tak akan bisa diraih kalau tidak ada rahmat Allah.
Pada setiap peristiwa yang menghampiri adalah cara Allah mendidik dan menempa kita menjadi hambanya. Rahmat Allah pula yang telah menyambungkan kita, hamba yang rendah dan hina dengan Dzat Yang Maha Agung dan Suci.
Pun ketika saya bisa menulis ini, semata mata pula karena rahmat Allah.
“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan para malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), agar Dia mengeluarkan kamu dari berbagai kegelapan menuju cahaya (yang terang benderang). Dia Maha Penyayang kepada orang-orang beriman.” – QS Al Ahzab:43.