Life Style

Slow Living: Menemukan Damai di Tengah Rutinitas

×

Slow Living: Menemukan Damai di Tengah Rutinitas

Sebarkan artikel ini
Foto: unplash

BANYUMASMEDIA.COM – Dalam dunia yang serba cepat, melambat terasa seperti kemewahan. Kita dikejar tenggat, notifikasi, dan ekspektasi. Jadwal padat membuat banyak orang hidup dalam mode “otomatis”, bergerak tanpa sempat benar-benar hadir. Di sinilah konsep slow living menemukan relevansinya, gaya hidup yang mengajak kita menata ulang ritme, agar hidup lebih bermakna.

Istilah slow living muncul dari gerakan slow movement yang dimulai di Italia pada akhir 1980-an. Gerakan ini bermula dari protes terhadap budaya makan cepat (fast food), lalu berkembang menjadi filosofi hidup yang lebih luas. Jurnalis dan penulis asal Kanada, Carl Honoré, dalam bukunya In Praise of Slow (2004), menyebut bahwa slow living bukan berarti hidup lamban, tetapi hidup dengan kesadaran: memilih kualitas ketimbang kecepatan.

Fenomena ini kini menjadi tren global. Survei Deloitte Global 2024 menunjukkan bahwa 56% pekerja usia 25–40 tahun merasa “lelah secara emosional” akibat ritme kerja cepat dan tekanan digital. Karena itu, banyak dari mereka mulai mencari keseimbangan dengan cara memperlambat hidup, mulai dari mengurangi penggunaan gawai, melakukan aktivitas outdoor, hingga membatasi pekerjaan di luar jam kantor.

Di Indonesia, konsep slow living juga mulai dikenal. Platform gaya hidup seperti IDN Times dan Kompas Lifestyle mencatat meningkatnya minat terhadap konten tentang hidup sadar, meditasi, dan kegiatan sederhana seperti berkebun atau journaling. Fenomena ini terlihat jelas pasca-pandemi, ketika banyak orang menyadari bahwa kecepatan tidak selalu sejalan dengan kebahagiaan.

Slow living tidak menolak kemajuan, tetapi menantang cara kita menggunakannya. Ia mengajarkan untuk berhenti sejenak, hadir penuh saat makan, berbincang tanpa tergesa, dan memberi ruang untuk diam. Seperti kata Carl Honoré, “When you slow down, you find that life has more texture.” Saat kita melambat, kita menemukan kembali rasa, waktu, dan makna yang dulu sempat hilang.

BACA JUGA  7 Tanda Kamu Lebih Mengapresiasi Proses daripada Hasil

Menjalani slow living bisa dimulai dari hal sederhana: menonaktifkan notifikasi di waktu tertentu, mengatur rutinitas pagi tanpa tergesa, atau menyisihkan waktu tanpa layar sebelum tidur. Melambat bukan berarti malas, melainkan memilih untuk hidup lebih sadar.

Karena pada akhirnya, hidup bukan tentang seberapa cepat kita sampai, tapi seberapa hadir kita di setiap langkahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *