Fauna

Pleci: Burung Kecil Berkacamata yang Kian Banyak Godaan

×

Pleci: Burung Kecil Berkacamata yang Kian Banyak Godaan

Sebarkan artikel ini

BANYUMASMEDIA.COM – Pagi di desa kerap diawali suara khas “ciw-wi-ciw-wi” dari pepohonan. Suara kecil tapi nyaring itu milik Zosterops palpebrosus, si pleci, burung mungil berwarna hijau zaitun dengan lingkar putih di sekitar matanya, seolah memakai kacamata. Dari situlah nama populernya lahir: burung kacamata.

Mereka mudah ditemui di hutan, kebun, hingga halaman rumah. Tubuhnya kecil, hanya sekitar 10–11 sentimeter dari paruh hingga ujung ekor. Warna tubuhnya dominan hijau kekuningan, dengan bagian perut yang lebih pucat. Tapi jangan tertipu ukurannya, pleci dikenal aktif, gesit, dan punya suara kicau yang merdu.

Hidup di Mana-Mana

Pleci termasuk burung yang “adaptif.” Ia bisa hidup di berbagai habitat: dari hutan primer hingga sekunder, bahkan di pekarangan dan kebun campuran (agroforest). Di Pulau Jawa dan Sulawesi, burung ini mampu bertahan hingga ketinggian 1.400 meter di atas permukaan laut (Om Kicau, 2020). Fleksibilitas ini membuatnya salah satu jenis burung liar yang paling banyak ditemui di Asia Tenggara.

Dalam kesehariannya, pleci memakan serangga kecil, larva, nektar bunga, dan buah-buahan mungil (Bali Wildlife, 2023). Pola makan yang beragam membuatnya punya peran penting bagi keseimbangan ekosistem — membantu penyerbukan sekaligus mengontrol populasi serangga.

Musim berbiak pleci pun cukup panjang. Di banyak daerah di Jawa, mereka mulai bersarang dari Januari hingga Oktober. Sarangnya berbentuk cawan kecil, biasanya terselip di antara ranting pohon atau rumpun bambu, setinggi dua hingga empat meter dari tanah. Seekor induk betina dapat menghasilkan dua hingga lima butir telur per siklus bertelur.

Populer tapi Rentan

Secara global, populasi pleci masih dikategorikan Least Concern oleh IUCN — artinya belum terancam punah. Namun, status “aman” ini bukan berarti tanpa ancaman. Justru, karena suaranya indah dan tubuhnya mungil, pleci sering diburu untuk dipelihara atau dilombakan.

BACA JUGA  Anoa: Kerbau Mini dari Sulawesi yang Nyaris Dilupakan

Pada tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pernah menyita 1.266 ekor pleci ilegal di Sumatera Tengah. Ironisnya, lebih dari separuh burung itu ditemukan mati selama pengiriman (PPID KLHK, 2020).

Di kawasan konservasi seperti Gunung Ciremai, populasi pleci juga mulai berkurang akibat alih fungsi lahan dan meningkatnya aktivitas wisata. Vegetasi yang dulu rapat dan aman kini berubah menjadi area terbuka, membuat sarang-sarang pleci lebih mudah terganggu (KSDAE, 2021).

Suara yang Bisa Hilang

Bagi sebagian orang, pleci hanyalah burung kecil yang lincah di pepohonan. Tapi bagi para pengamat burung, ia adalah indikator ekosistem yang sehat, karena di mana pleci masih bisa berkicau, biasanya hutan atau taman di sekitarnya masih punya cukup serangga dan bunga untuk mereka hidup.

Kini, suara “ciw-wi-ciw-wi” di pagi hari mungkin masih akrab terdengar di banyak tempat. Tapi jika penangkapan liar dan penyusutan ruang hijau terus terjadi, bukan tidak mungkin suara itu akan makin jarang terdengar.

Pleci masih ada, tapi “masih ada” bukan berarti “akan selalu ada.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *