BANYUMASMEDIA.COM – Pengamat politik Universitas Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq menyatakan menjelang perhelatan pemilihan kepala daerah alias Pilbup Kabupaten Banyumas pada November mendatang masih diwarnai politik lokal. Sejumlah bursa nama bakal calon bupati Kabupaten Banyumas yang akan bertarung sudah mulai nampak ke permukaan.
“Untuk Pilkada November mendatang dalam formasi politiknya masih formasi politik lokal, artinya malah nanti bisa jadi mereka yang di Pilpres 2024 bersebrangan di Pilkada bisa berkoalisi dan sangat mungkin terjadi,” ujarnya kepada banyumasmedia.com di kantornya gedung FISIP Unsoed Fakultas Ilmu Politik pada Kamis (21/3/2024).
“Kalau sekarang nama-nama calon yang sudah muncul kan yang dianggap paling terkuat itu mantan Wakil Bupati kemarin, Sadewo yang kita tahu beliau adalah kader PDI-P organik, bahkan sebelum dia berhenti sudah terlihat beliau ingin maju,” imbuhnya.
Nampaknya, lanjut dia, di internal PDI-P sendiri terlihat sampai saat ini Sadewo meskipun ada juga sosok lain misalnya anggota DPRD Jawa Tengah yang juga mempunyai akar yang kuat di Banyumas yakni Bambang Ariyanto Bahrudin, tapi belum terlihat bahwa beliau itu akan maju juga, yang sudah terlihat jelas itu Sadewo yang banner-nya juga sudah terlihat di mana-mana, katanya.
Kemudian, ada juga mantan sekjen MPR RI, Ma’ruf Cahyono yang juga putra daerah, berkarir dari PNS tingkat lokal di Cilongok hingga kemudian menjadi sekjen MPR RI. Dari sisi akademik, kata dia, beliau sebagai profesor walaupun profesor honoris causa, tapi artinya beliau juga tokoh yang potensial.
“Kalau Sadewo dan Bambang jelas mereka akan maju lewat kendaraan PDI-P dan tidak akan keluar dari situ. Kemudian kalau Ma’ruf Cahyono awalnya juga ingin bisa masuk lewat PDI-P namun nampaknya sekarang beliau juga sudah realistis karena sulit ditembus karena beliau sendiri bukan kader, jadi beliau lebih melihat potensinya dari partai lain,” tambahnya.
Alternatif kendaraan partainya saat ini beliau sudah membangun komunikasi dengan partai Golkar. “Yang jelas biasa menjadi kompetitor calonnya dari PDI-P ya Golkar dan mungkin nanti akan berkoalisi juga dengan partai partai lain, kalau PDI-P bisa mengusung sendiri, seperti itu petanya,” ungkapnya.
Menurutnya, berkaca dari pengalaman 2 periode sebelumnya hanya head to head 2 pasang calon. Ke depan tampaknya belum muncul calon lain padahal sebetulnya ada banyak sosok sosok potensial di Banyumas ini dari kalangan masyarakat sipil, ormas, atau juga dari birokrat misalnya mantan Sekda, Wahyu yang baru pensiun, kemudian juga sosok birokrat yang sudah mencapai puncaknya sebagai asisten.
Selain itu, dari masyarakat juga ada yang potensial untuk memimpin Banyumas tapi kesulitan mereka adalah mendapatkan kendaraan politik, tidak punya kesempatan untuk mendapatkan kendaraan. Dari sisi kompetensi ok, rekam jejak bagus, namun dari sisi finansial mereka lemah, itu banyak di Banyumas.
“Partai-partai itu kan selain melihat kompetensi juga bisa membiayai pemenangannya, bukan cuma kapasitas tapi juga isi tas, artinya memang itu bukan yang kita inginkan tapi dalam prakteknya yang terjadi kan seperti itu, kalau kita rakyat itukan inginnya ada stok calon yang banyak, kita punya kesempatan untuk memilih dari menu yang tersedia bukan yang terbatas sekali, 2 kali periode ini kan kita disodori 2 pasang calon saja dan 2 calon itu juga lo lagi lo lagi, dalam 10 tahun terakhir pertarungannya Marjoko dan Husein hanya wakilnya saja yang berganti, kita kan bosen juga padahal stoknya banyak cuma partai partai ini tidak mau mengusung mereka,” ungkapnya.
Di Banyumas, yang kaitannya dengan Pilkada yang lebih kuat itu adalah candidate attachment artinya keterikatan dengan kandidat itu lebih kuat dari pada dengan partai, seperti dalam pilpres tadi walaupun di sini basis merah dalam Pilpres bisa saja berubah, dulu SBY juga menang di sini di kandang banteng kabupaten Banyumas ini.
“Kalo di Banyumas sejauh ini memang dari waktu ke waktu yang dominan itu adalah PDI-P, dalam kurun waktu 2 periode ini bupatinya dari PDI-P. Istilahnya meskipun mereka berkoalisi posisi bupati dan wakil bupati itu dari kader PDI-P semua selama sepuluh tahun belakangan ini,” katanya.
Jadi, meskipun formasi wakilnya berganti tapi mereka adalah tokoh-tokoh PDI-P. Di Banyumas memang dari dulu suara PDI-P itu besar dan memiliki pemilih tradisional yang kuat. Kalau partai-partai lain seperti Golkar hanya menjadi kompetitor dari PDI-P dalam 2 Pilkada sebelumnya.
“Dalam konteks Banyumas ini tidak ada kaitan dengan konfigurasi politik pilpres ditingkat nasional, hingga sekarang. Bahkan Gerindra itu suaranya stagnan disini meskipun capresnya menang, efek dari ekor jasnya itu tidak berpengaruh meskipun leluhurnya memang berasal dari sini,” pungkasnya. (Denis)