BANYUMASMEDIA.COM – Kata self care sering kali diasosiasikan dengan hal-hal glamor: spa di resort mewah, liburan ke pantai jauh, atau secangkir kopi mahal di kafe estetik. Padahal, inti dari self care bukan pada tempatnya, melainkan pada kesadaran untuk berhenti sejenak, menenangkan diri, dan merawat apa yang kita miliki—baik tubuh maupun hati.
Kita hidup di zaman yang sibuk. Jam kerja sering meluber ke akhir pekan, notifikasi ponsel tak pernah benar-benar berhenti, dan bahkan waktu istirahat pun kadang diisi dengan scrolling media sosial. Tak heran, banyak orang merasa lelah meski baru bangun tidur. Dalam situasi seperti ini, self care menjadi bentuk perlawanan yang sunyi: memilih diam di tengah riuhnya dunia.
Merawat diri tak selalu berarti mengeluarkan uang. Bisa jadi sesederhana menata ulang kamar, membaca buku lama yang dulu tak sempat diselesaikan, atau sekadar menyeduh teh hangat sambil mendengarkan suara hujan. Ada kebahagiaan kecil yang muncul dari hal-hal sederhana, yang sering kali terlewat hanya karena kita terburu-buru.
Psikolog menyebut self care sebagai cara menjaga keseimbangan antara tuntutan dan kebutuhan diri. Saat tubuh lelah, tidur lebih awal juga bentuk self care. Saat hati penuh, menulis di jurnal atau berjalan tanpa tujuan jelas pun bisa menenangkan. Intinya, ia bukan pelarian, melainkan proses mengenali batas diri dan memulihkan energi secara sadar.
Menariknya, tren self care kini juga bergerak ke arah yang lebih mindful—tidak sekadar memanjakan diri, tetapi juga memperlambat hidup. Banyak orang mulai memilih aktivitas tanpa layar, berinteraksi langsung dengan alam, atau mengurangi konsumsi berlebihan. Dari sini, muncul kesadaran baru bahwa merawat diri juga berarti merawat bumi.
Jadi, self care bukan tentang mewah atau sederhana, tetapi tentang sadar. Tentang memberi ruang untuk bernapas, mendengar diri sendiri, dan menerima bahwa tak apa-apa untuk berhenti sejenak. Karena dalam diam yang kita pilih dengan sadar, sering kali di sanalah ketenangan mulai tumbuh.[asr]