BANYUMASMEDIA.COM – Program pembukaan sawah di luar pulau Jawa untuk meningkatkan produksi pertanian khususnya pangan kembali digaungkan oleh pemerintah, setelah sebelumnya program Food Estate yang menjadi program unggulan Kementerian Pertahanan Keamanan bersama Kementerian Pertanian belum menemukan formulasi yang tepat untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. Bahkan pemerintah saat ini berencana memanfaatkan varietas unggul dari luar negeri (China) untuk menaklukkan lahan marginal di Kalimantan.
Sementara ini, telah dilakukan banyak penelitian oleh tim Fakultas Pertanian Unsoed dengan tantangan lahan marginal dan uji coba menggunakan benih unggul varietas unggul nasional yang dikembangkan dari sumberdaya genetik Indonesia hasil penelitian Fakultas Pertanian Unsoed dengan hasil jauh melebihi target.
Lahan marginal merupakan lingkungan tumbuh tanaman yang tidak diandalkan sebagai lahan produktif karena daya dukungnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tidak optimal oleh suatu sebab.
Menjadi tantangan tersendiri sebagai lahan tanam karena lahan marginal mengalami penurunan daya dukung bagi pertumbuhan dan produksi tanaman karena adanya cekaman biotik maupun abiotik.
Lahan-lahan marginal sebagian besar mengalami cekaman abiotik, seperti tingkat kemasaman yang tinggi, tingkat salinitas yang tinggi, keterbatasan atau kelebihan air, suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi bagi tanaman yang semuanya berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan lebih lanjut berakibat rendahnya hasil panen, atau bahkan menyebabkan gagal panen.
Padahal lahan-lahan ini terhampar jauh lebih luas dibanding lahan subur di seluruh daratan nusantara, bahkan daratan di dunia.
Tim pemulia dan peneliti terlibat secara langsung dalam program pemanfaatan lahan marginal di Pulau Bulan, Provinsi Kepulauan Riau, khususnya pada komoditas padi ini di antaranya: Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S., Dr. Dyah Susanti, S.P., M.P., Dr. Agus Riyanto, S.P., M.P., dan Dr. Ir. Muhammad Rif’an, M.P.
“Rekognisi industri terhadap rekam jejak varietas unggul tanaman Unsoed telah terbukti, didasarkan pada pemberitaan di media massa sejak tahun 2010. Peluang pemanfaatan lahan marginal untuk produksi tanaman pangan menjadi perhatian besar karena sebagian besar lahan di luar Jawa merupakan lahan marginal dengan berbagai kondisi sub-optimalnya, sehingga mulai akhir tahun 2010 – 2013 dijalankan misi penaklukan lahan marginal untuk produksi tanaman pangan melalui kerja sama riset antara perusahaan yang bernaung di bawah perusahaan swasta dengan Universitas Jenderal Soedirman,”tutur Dr. Dyah Susanti ,S.P, M.P salah satu peneliti Fakultas Pertanian Unsoed kepada Banyumasmedia.com (26/04/2024).
Tahun 2014, Unsoed kembali menghasilkan varietas toleran lahan marginal, yaitu padi toleran salinitas tinggi Inpari Unsoed 79 Agritan yang dirakit oleh Prof. Ir. Suprayogi, M.Sc., Ph.D dan Dr. Ir. Noor Farid, M.Si. Tahun 2020 dihasilkan varietas unggul padi gogo protein tinggi Inpago Unsoed Protani, toleran kekeringan, tahan hama-penyakit utama, serta memiliki keunggulan berkandungan protein dan Zn tinggi yang bermanfaat dalam pencegahan stunting.
Tahun 2021 kembali dihasilkan padi protein tinggi yaitu Inpari Unsoed P20 Tangguh (dibaca Protangguh) yang berdaya hasil tinggi, toleran kekeringan, tahan rebah dan berkandungan protein tinggi. Kedua varietas unggul padi berkandungan protein tinggi dirakit oleh Prof. Ir. Totok Agung Dwi Haryanto, M.P., Ph.D., Dr. Agus Riyanto, S.P., M.Si. dan Dr. Dyah Susanti, S.P., M.P.
Semua varietas tersebut telah dilepas sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK. Menteri Pertanian RI, sehingga sudah dapat dimanfaatkan secara luas oleh berbagai pihak.
Baseline produksi tanaman padi didasarkan pada hasil research project sebelumnya dari tim peneliti luar negeri yang hanya menghasilkan sekitar 20kg gabah sebagai hasil panen lahan seluas 1 hektar.
Target yang ditetapkan pada kerja sama riset Unsoed dengan perusahaan swasta saat itu adalah 5 ton/ha mempertimbangkan kondisi ektrem lahan dan lingkungan setempat. Hasil yang dicapai melebihi ekspektasi, berkisar antara 6,3 – 8,3 ton per hektar, dengan rerata hasil 7,3 ton/ha. Biaya produksi di awal tinggi untuk reklamasi lahan dan penyiapan instalasi irigasi. Akan tetapi biaya produksi di awal ini menjadi investasi untuk produksi yang berkelanjutan.
Potensi lahan marginal yang sangat luas terhampar di berbagai wilayah Indonesia serta tersedianya teknologi varietas unggul dan rekayasa kesuburan lahan yang efektif untuk mengatasi berbagai kendala di lahan marginal, menjadi peluang bagi Indonesia untuk mampu memanfaatkannya untuk mendukung produksi bahan pangan.
Tidak hanya membangun ketahanan pangan, akan tetapi menghentikan kebiasaan impor sehingga Indonesia mampu berdaulat pangan, jika pemerintah memiliki komitmen kuat dalam membangun kedaulatan pangan.
“Hemat kami, jika kemudian ada varietas padi unggul nasional hasil penelitian yang telah terbukti memberikan produksi maksimal meskipun di lahan marginal sekalipun, mengapa musti jauh-jauh mengambil varietas dari luar negeri yang jikapun digunakan, masih perlu kajian adaptasi dan analisis risiko sebagai dasar pemanfaatannya di lahan marginal Indonesia” pungkas Dyah. (tanti)